SERAUNG POST
TANJUNG SELOR – Rencana kenaikan tarif air bersih oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Danum Benuanta mulai Juni 2025 mendapat sorotan tajam dari Komisi Informasi (KI) Provinsi Kalimantan Utara.
Ketua KI Kaltara, Fajar Mentari, menilai bahwa keputusan menaikkan tarif air bersih dari Rp 2.500 menjadi Rp 3.500 per meter kubik seharusnya dibarengi dengan keterbukaan informasi yang memadai kepada publik. Menurutnya, alasan bahwa tarif tidak naik selama 10 tahun bukanlah dasar yang cukup kuat jika tidak disertai transparansi menyeluruh terhadap kondisi internal perusahaan.
“Kenaikan ini seharusnya tidak hanya berpatokan pada persetujuan DPRD saja. Sosialisasi kepada masyarakat dan pelibatan lembaga seperti Komisi Informasi, Ombudsman, YLKI, dan instansi pengawas pelayanan publik lainnya seharusnya dilakukan lebih awal,” tegas Fajar, Rabu (21/5/2025).
Ia menyoroti bahwa dokumen pendukung kebijakan, risalah rapat, laporan kinerja, dan kondisi keuangan PDAM wajib disampaikan kepada publik sesuai amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Pasal 9, yang mewajibkan badan publik menyediakan informasi berkala.
“Apakah PDAM sudah menyampaikan indikator kinerja, laporan pengadaan barang dan jasa, tingkat efisiensi, termasuk kebocoran air? Ini yang harus dibuka ke masyarakat. Jangan hanya menyampaikan bahwa kenaikan semata-mata karena sudah lama tidak naik,” ujarnya.
Fajar juga mempertanyakan dasar analisis efisiensi yang digunakan PDAM. Menurutnya, jika keuangan perusahaan dalam kondisi sehat, maka alasan menaikkan tarif harus lebih fundamental dan disertai komitmen terhadap peningkatan kualitas layanan secara terukur.
“Tarif memang naik Rp 1.000, tapi jangan anggap kecil. Kenaikannya hampir 50 persen. Dikalikan ribuan pelanggan, dampaknya besar. Masyarakat berhak tahu: sejauh mana kebocoran air berhasil ditekan? Bagaimana peningkatan pelayanan? Kenaikan tarif harus ada imbal balik nyata,” katanya.
Dia menganggap kebetulan bersamaan dengan isu efisiensi anggaran, muncul kesan seolah-olah masalah kesehatan keuangan PDAM justru dibebankan kepada masyarakat. Untuk menghindari kesalahpahaman seperti ini baik dalam bentuk miskomunikasi, mispersepsi, misinterpretasi, maupun misinformasi, bahkan disinformasi, diperlukan transparansi yang kuat sebagai fondasi utama.
“Transparansi ini penting agar setiap kebijakan yang diambil dapat dipahami secara jernih oleh publik, serta memperkuat kepercayaan antara pemerintah, PDAM, dan masyarakat,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Komisioner KI Kaltara, Berlanta Ginting, yang menilai bahwa kebijakan tarif seharusnya didahului dengan proses sosialisasi yang terbuka dan partisipatif.
“Jika kondisi keuangan perusahaan sebenarnya dalam keadaan baik dan efisiensi sedang dijalankan, maka semestinya beban kenaikan tarif tidak perlu dilimpahkan ke masyarakat,” kata Berlanta.
Ia bahkan menyamakan situasi ini dengan kasus serupa yang pernah terjadi di sektor lain, seperti kenaikan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) yang dilakukan secara mendadak hingga 600 persen, tanpa kajian dan sosialisasi yang memadai.
“Kondisi seperti ini bisa saja sama seperti sebelumnya, di mana kebijakan langsung diterapkan tanpa proses komunikasi publik. Ini bukan hanya soal angka, tapi juga soal prinsip keadilan dan keterbukaan,” tambahnya.
Tuntutan Transparansi Kinerja dan Keuangan
Komisi Informasi meminta agar PDAM mempublikasikan laporan keuangan tahunan, proyeksi laba, serta rincian penggunaan bahan kimia dan biaya operasional lainnya. Informasi semacam ini penting agar publik dapat menilai apakah beban tarif sudah proporsional dan apakah pengelolaan perusahaan benar-benar efisien.
Komisi Informasi menilai bahwa PDAM sebagai badan publik memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi secara berkala, sesuai amanat UU Keterbukaan Informasi Publik Pasal 9. Ini mencakup laporan keuangan, indikator kinerja, hasil audit, hingga data teknis seperti tingkat kebocoran air dan efektivitas distribusi. (*)
Tinggalkan Balasan